Search

Sunday, March 31, 2013

This too...shall pass

If I can endure for this minute
Whatever is happening to me,
No matter how heavy my heart is
Or how dark the moment may be

If I can remain calm and quiet
With all the world crashing about me,
Secure in the knowledge God loves me
When everyone else seems to doubt me

If I can but keep on believing
What I know in my heart to be true,
That darkness will fade with the morning
And that this will pass away, too-

Then nothing in life can defeat me
For as long as this knowledge remains
I can suffer whatever is happening
For I know God will break all of the chains

That are binding me tight in the darkness
And trying to fill me with fear
For there is no night without dawning
And I know that my morning is near.

~ Helen Steiner Rice


Source: http://www.empoweringchristianwomen.com/2009/01/this-too-shall-pass.html

Wednesday, December 5, 2012

Berbagi Itu Indah


Suatu sore di sudut sebuah cafĂ©, kam, dua wanita muda yang sudah bersahabat setahun lebih sedang ngobrol. ‘Selamat Natal ya! This is your Chrismas gift. Well, its not only for Christmas, but for our friendship”. Kedengarannya sederhana, tapi sungguh berarti buat saya, karena itu hadiah Natal pertama yang diterima tahun ini…dan diberi oleh seseorang yang berbeda agama.

Perbedaan itu indah, sepanjang kita tahu bagaimana menjalaninya tanpa mengurangi keyakinan dan cara kita masing-masing beribadah.
Setahun lebih tinggal di sini, cukuplah terlatih keterampilanku untuk bertoleransi dengan perbedaan…terutama dengan masalah agama, yang sangat sensitif di Indonesia. Bergaul dengan mereka yang cukup ‘hardcore’ juga punya seni tersendiri, sesuatu yang sangat aku syukuri karena aku jadi ebih dewasa dan makin diperkaya oleh banyak hal.

Menjelang waktu tidur semalam, sharing yang menarik dengan teman satu tempat tinggal. Wah, ternyata keyakinan kita pun memiliki tantangan yang sama: kemajuan zaman dan nafsu berkuasa manusia. Akhirnya kita berdua sepakat kalau filter iman harus benar-benar dipakai menghadapi zaman yang makin edan J.

Ya, berbeda itu indah…saat moment-moment sharing tentang perbedaan itu menjadi sesuatu yang makin mendorong rasa saling menghormati dan bukan memperlebar jurang perbedaan.

Jadi, kenapa kita takut dengan perbedaan? Embrace it!

Friday, May 11, 2012

You Are My Song by Heritage Singers



Early will I rise and worship You
Giving you thanks, for all that you do
My sacrifice off praise I offer You
And You give to me, that sweet melody

Chorus:
You are my song, You are my song
You are the reason, I sing this song to You
You are my song, You are my song
You are the reason, I sing to you

Early will I rise and worship You
Giving You thanks, for all that you do
My sacrifice off praise I offer You
And You give to me, that sweet melody

Chorus

I will sing a new song unto You
Words from thr heart, broken apart
There is nothing like we rather do
'Cause Yoy are my joy, to You I am floyd

Chorus(2x)

Thursday, April 19, 2012

The Art of Doing Nothing

Mungkin judul yang aneh untuk sebagian orang, karena apa memang ada art (seni) dengan tidak melakukan apa-apa? Ya, setidaknya ada menurut saya.

Selama bertahun-tahun kerja, akhirnya saya memutuskan untuk mengundurkan diri dan menjadi full-time student. Sebenarnya moment ini bukan hanya dimanfaatkan belajar, tapi sekaligus berlibur….berlibur selama 18 bulan. Teman-teman kemudian bertanya, tidak bosan kuliahnya sore sampe malam dan pagi sampe sore tidak ada kegiatan? Jawabannya...sama sekali tidak, dan malah sangat menyenangkan. Mungkin anda yang membaca sampai di bagian ini (dan mereka yang mendengar jawaban saya) akan berpikir bahwa saya sekedar malas saja. No worries, everyone have the freedom to have own opinion J.

Menurut saya, semua berawal dari mindset dan own planning for life. Dari awal saya punya mindset untuk istirahat sebentar, laid back, relax, dan memberi ‘pelumas’ dan tantangan baru untuk otak yang mulai stuck dengan hal-hal yang itu saja selama bertahun-tahun, hidup di ‘dunia’ yang sama, yang mulai terasa membosankan dan kurang menambah makna hidup (dan pengetahuan) selain mencari uang. Pilihan ‘getaway’ yang paling tepat (kedua setelah traveling J), adalah belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Ternyata (sampai setengah jalan ini), pilihan itu tidak salah.

Memutuskan untuk istirahat sebenarnya adalah waktu kita untuk melakukan hal yang tidak bisa kita lakukan saat terlalu sibuk bekerja, sekaligus juga untuk merenung...so its not really ’do nothing’. Menikmati kuliah (dengan segala tugas, ujian, makalah, dll), punya waktu untuk membaca dengan santai, bertemu orang baru dari berbagai tempat dan latar belakang ilmu berbeda, punya pengalaman baru, tinggal di lingkungan berbeda, dan yang paling penting untuk saya adalah keluar dari comfort zone...dan belajar lebih lagi bahwa begitu banyak alasan untuk saya beryukur dengan  apa yang TUHAN beri selama ini. Rasanya luar biasa menyenangkan!

Saat berlibur sambil sekolah ini juga memberi saya banyak waktu untuk berpikir apa yang harus dilakukan ke depan, langkah apa yang harus saya ambil, kapan langkah-langkah itu diambil...asking (and answer) the question ’what do you want to do with your life?’ Hidup hanya sekali, and i want to live it well for GOD, others, and myself…bahwa hidup yang cuma sekali ini punya arti. For me, that’s the art of do nothing.

‘The time you enjoy wasted, is not wasted’, awalnya saya tidak setuju dengan quote itu tapi kemudian ketika direnungi (dan mengalami sendiri, seiring waktu….ternyata benar juga. Setiap orang punya cara masing-masing untuk menikmati hidup, dan buat saya ada saatnya kita perlu pause, dan menikmati saat jeda itu..

Yes, at one moment it time.....it does feel good to ’do nothing’ and ‘wasted time’ J.


Wednesday, December 21, 2011

How important are grades to you?

Credit goes to you, Marcella....well written!:-)

How important are grades to you?

by Marcella Purnama


THE first time I discovered grades ruled my life was when I was preparing my high school graduation speech.
I came across American student Erica Goldson’s words, which struck a deep chord in me. She said in her valedictorian speech:
“I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it.”
We sometimes forget that education is about learning. It becomes apparent now as I enter university, that I used to study for the sake of studying, for the sake of getting good grades.
Even now, it sometimes still feels like a frantic race, as people around you strive for that prize called high distinction for every subject. There’s nothing wrong about excelling in our studies of course. In fact, we ought to do our best to get good marks – but how good is good enough?
My elder sister is in her final year of medical school at Melbourne University. She is at once excited, anxious and scared. She is uncertain about her chances of getting a job here in Australia as an international student, and there are not enough training places for everyone. She resents the fact that friends will have to compete against each other to get the top marks and top jobs.
For me, I’ve long given up trying to “compete” with my peers, especially local students for whom English is their first language. If you’ve ever sat in on an arts tutorial you would know how difficult it is to get a word in, let alone be heard. It takes courage, lots of it.
At other times it is easy to forget the joy of learning when you are faced with a seemingly never ending stream of assignments, tests, and exams. It is tempting to measure your success based on your grades. If I do well, I will be happy. If I score badly, I will feel miserable for the next few days, especially when you have a straight H1 student sitting by your side.
Of course, not every student thinks like me. I know a friend who holds a very different attitude towards university life.
“Pass is enough,” he tells me.
“But more than that, it is a bonus. For me, grades are important. I always aim to get C at the very minimum. But I never sweat at it too much. Knowledge itself is more important than some written exams.”
I stand convicted.
University was never meant to be a pressure cooker. We come to learn new things, not just for the getting of good grades or jobs. More than that, we learn because we are passionate about what we are studying. It’s all about seeing the bigger picture. Good grades aren’t the guarantee for success in life.
I watched a Bollywood movie called 3 Idiots last night, and there’s a quote that I want to leave you with:
“Most of us went to college just for a degree. No degree meant no plum job, no pretty wife, no credit card, no social status. But none of this mattered to him, he was in college for the joy of learning, he never cared if he was first or last.”

Marcella Purnama is a second-year psychology and media and communications major at Melbourne University.

Another side of life

Its been a while i did not write anything on my blog, since i started my postgraduate class. To be honest, i did not expect university will be this busy. But the reality is, those assignments almost kill most of us! The amazing thing is, i really enjoyed the 'killing' process:-). This major amazed me in certain way, mostly for me to be able to see life from the other side....the side that i aware was there, but never expect to see it this close.

Sebut saja namanya Bunga, anak kelas 5 SD yang sekolah di salah satu rumah singgah anak jalanan milik sebuah yayasan. Selain sekolah, Bunga membantu ibunya sebagai jockey. Di Jakarta, jockey adalah penawar jasa untuk menumpang kendaraan yang akan memasuki daerah 3 in 1 di saat jumpah penumpang mobil tidak sampai 3 orang. Bunga kerja sebagai jockey bersama Ibu dan adiknya. Yah...berapalah penghasilan jockey. Tapi anak ini selalu semangat untuk kerja setiap hari setelah sekolah. Semua hasil kerja dia berikan untuk Ibunya...tanpa sedikitpun diambil buat dia jajan. Bunga sekeluarga tinggal di rumah kontrakan. Sebelumnya rumah mereka kebakaran...ludes habis. Kemudian mereka tinggal di eperan salah satu  mesjid terbesar di kota ini selama 3 tahun. Goodness, membayangkan saja aku sudah tak sanggup...tinggal di teras selama 3 tahun?! Setelah dilakukan penertiban, mereka sekarang kontrak di rumah sangat kecil tanpa kamar...berenam. Tiap malam tidur beralaskan koran saling berdempet dengan adik-adiknya. Bunga juga korban kekerasan orangtua, terutama Ayahnya yang sepertinya tertekan dengan kondisi ekonomi keluarga...juga dengan larinya kakak Bunga dari rumah. Siang hari Bapak mencari kakak Bunga yang pergi entah ke mana, dan malam hari beliau jadi kenek.
Well, Bunga punya semua alasan di dunia untuk mengeluh, betapa tidak adilnya dunia ini. Tapi Bunga tidak mengeluh, dia hanya punya cita-cita satu: punya uang banyak supaya bisa membahagiakan orangtuanya. Tidak ada keegoisan untuk diri sendiri, hanya untuk orangtuanya. Bunga masih punya alasan tersenyum, walaupun kadang pulpen tak punya buat sekolah....waktu bermain tak ada...tidak tidur di atas kasur waktu malam.
Bunga, salah satu contoh bagaimana saya melihat sisi lain kehidupan. Kadang kita mengeluh untuk hal kecil: untuk macet, AC yang tidak jalan, kamar kost tanpa jendela, laptop kena virus, dll. Oh teman, lihat Bunga! Kenapa kita tidak memandang keluhan kita dari sisi berbeda? Bahwa kita punya mobil, bahwa kita ada AC, bahwa kita masih punya kamar sendiri, bahwa kita masih punya laptop. Bunga mengajarkan saya untuk banyak bersyukur, bahwa dengan masalah hidup yang kupikir banyak...masih ada orang lain yang masalahnya jauh lebih banyak dari saya. Kadang hal kecil yang sepertinya biasa bagi kita dan tidak perlu kita syukuri, adalah hal yang sangat luar biasa dan sangat perlu untuk disyukuri.

Bunga, terima kasih untuk mengajariku bahwa setiap inci hidup ini adalah sebuah karunia yang patut disyukuri...bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh. Bersyukurlah!


Depok, 20 Desember 2011 ~ 22.42

Sunday, October 9, 2011

Belajar dari Daniel

Belajar dari Daniel

Hari Minggu, di perantauan…selalu serasa hari istimewa dibanding saat berada di rumah & dekat dengan keluarga. Entah kenapa kebaktian terasa lebih hikmat (walaupun sekitar pasti ada saja yang sibuk dengan HP J), doa terasa lebih khusuk….dont know why.
Hari ini sesuai rencana kemarin, akan beribadah jam 9 di GPIB Gideon Kelapa Dua Depok.

Sungguh suatu ‘kebetulan’ karena bacaan Alkitab di Gereja sama dengan bacaan saat teduh saya (Our Daily Bread) Sabtu kemarin, tentang Daniel. Pasti ada maksud TUHAN, sampai 2x diingatkan melalui Daniel.
Saya merasa sangat diberkati hari ini, dan ingin sharing…semoga menjadi berkat untuk anda juga J.

Bacaannya dari Daniel 6:1-10, tentang gua singa.
Menurut saya, ada dua hal yang penting yang dibahas dalam perikop ini:
  1. Fitnah & sabar
Daniel difitnah oleh orang yang cemburu dengan karir dan imannya. Tapi dia tahu bahwa dia punya TUHAN yang setia dan jauh lebih berkuasa dari siapapun. Dia tidak membalas (semoga kita juga tidak), tapi memilih untuk berdoa.
  1. Setia & beriman
Bahkan dalam keadaan difitnah dan tahu akan dihukum karena imannya, Daniel tetap setia beribadah, tiga kali sehari dia bersujud berdoa memuji TUHAN. Daniel memilih ikut TUHAN, apapun resikonya.

Pertanyaannya: apakah kita sedang dalam fitnahan yang keji tapi tetap sabar, dan apakah kita tetap setia dalam iman kita untuk percaya bahwa TUHAN pasti akan bertindak dan buka jalan?
Semoga kita seperti Daniel yang tetap setia pada TUHAN dalam segala cobaannya, termasuk fitnah.

Setelah keluar dari Gereja, terjadi dua insiden: saya yang hampir ditabrak motor depan Gereja (diteriakin ‘Meleng aja!!’), dan sebuah angkot yang hanya mencari rezeki dengan berhenti sebentar supaya orang yang pulang Gereja bisa naik angkotnya (diteriakin si Bapak yang marah dari motor ‘Maju loe!!’). Memang observasi sejak hari pertama bergereja di Gideon: jarang ada kendaraan yang mau mengalah saat jemaat menyeberang setelah kebaktian, tapi banyak berkat yang jemaat bagikan buat para supir angkot yang mencari nafkah.
Langsung dapat kesempatan praktek yang nomor 1: sabar saja…. J

Sambil pulang, tergiang lagu penutup kebaktian hari ini:
Tiap langkahku, diatur oleh Tuhan
Dan tangan kasihNya, memimpinku
Di tengah badai dunia, menakutkan
Hatiku tetap tenang teduh

Tiap langkahku
Ku tahu yang Tuhan pimpin
Ke tempat tinggi ku dihantarNya
Hingga sekali nanti aku tiba
Di rumah Bapa, sorga yang baka

Di waktu imanku mulai goyah
Dan bila jalanku hampir sesat
Kupandang Tuhanku penebus dosa
Ku teguh sebab Dia dekat